Kota Palembang mempunyai ragam
bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan kepercayaan lama sebagai
penolak bala dan pemujaan, sendratari, maupun tari tarian kreasi sebagai tarian
hiburan. Bentuk-bentuk tari tersebut diatas berbeda satu sama lainnya, dan
masing-masing mempunyai keunikan tersendiri, salah satu diantaranya adalah tari
Lilin Siwa di Kota Palembang.
Berdasarkan sejarahnya, tari Lilin
Siwa bersumber dari cerita lisan yang turun-temurun berdasarkan pengalaman
orang tua (leluhur) sebelumnya. Tari Lilin Siwa belum pernah diteliti, dicatat
maupun dibukukan, dan diperkirakan pada tahun 1943,
tari Lilin Siwa baru
dipopulerkan kembali oleh anak seorang Residen Palembang yaitu Sukainah
A. Rozak.
Tari Lilin Siwa tetap eksis pada
masyarakat Palembang, kelestariannya terbukti dengan dipertunjukan tarian ini
di beberapa kepulauan Indonesia bahkan kemanca negara, ini adalah salah satu
bukti kepedulian Sumatera Selatan akan keberadaan tari Lilin Siwa. Keunikan
tari Lilin Siwa terletak pada properti yang digunakan para penari yaitu piring
dan lilin. Lilin yang menyala di piring diletakkan di kepala, kedua telapak
tangan, di jemari tangan, lengan bagian atas dan di kepala penari yang menari
di atas piring, sehingga menimbulkan nilai estetis berupa keunikan-keunikan ,
baik pada pola lantai maupun geraknya yang menyerupai arca dewa Syiwa, serta
kostumnya yang sangat mewah.
Konsentrasi tinggi, keseimbangan
tubuh dan ketenangan jiwa para penari sangat dituntut, dalam menarikan tari
Lilin Siwa. Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan tangan yang selalu
menggunakan properti piring dan lilin, dengan gerakan yang lemah gemulai
melambangkan kelembutan para gadis Palembang yang mengalir seperti aliran
sungai Musi. Tari Lilin Siwa ini ditarikan oleh wanita remaja berusia kurang
lebih 15 tahun dengan jumlah penarinya minimal tiga orang.
Pada umumnya sebuah tarian sangat
erat kaitannya dengan musik pengiring tari, karena keduanya tidak dapat
dipisahkan. Musik tari Lilin Siwa hampir mirip dengan Musik Tiga Serangkai
dengan Lagu Nasep (musik khas Palembang). Alat musik yang mendukung tari ini
yaitu: Accordeon, Biola, Saxophone, Gong, Gitar, Kenong, Bonang, Tok-Tok dan
Gendang.
Tata busana yang merupakan
penunjang, dan penambah keindahan suatu tarian sangat terlihat dalam tari Lilin
Siwa sehingga tari ini tampak lebih megah, semegah kejayaan kerajaan Sriwijaya
tempo dulu. Busana yang dipergunakan adalah Pakaian Gede atau Hiasan Gede
(pakaian khas Palembang yang biasanya dipakai untuk pakaian pengantin wanita di
Palembang), Hiasan Gede dipakai oleh penari inti, sedangkan penari yang lainnya
menggunakan Hiasan Dodot atau Selendang Mantri. Makna kostumnya lebih
menekankan kepada kejayaan zaman Hindu Budha pada Zaman kerajaan Sriwijaya yang
kuat dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan kepala, dada, dan
tangan. Langer berpendapat:
Karena karya seni itu merupakan
bentuk ekspresi yang agak mirip dengan simbol, serta memiliki makna yang
merupakan sesuatu yang menyerupai artinya, oleh karena itu bentuk ekspresi ini
mewujudkan sesuatu abstraksi yang logis. cara yang terbaik untuk mengerti semua
semantika semu ini dengan memikirkan apa seni itu dan apa yang diungkapkannya,
dan tindakannya dengan apa yang terjadi pada bahasa (atau simbolisme yang asli
manapun).
Tari Lilin Siwa dapat dipandang
sebagai lambang, jika dilihat melalui gerak, pola lantai tari Lilin Siwa, dan
kostum mengandung arti simbol-simbol tertentu yang menyimpan nilai-nilai masa
lalu (Primodial) Hindu. Berdasarkan fenomena masyarakat Hinduisme, bahwa dewa
Syiwa adalah dewa kesuburan,
kematian dan perusak, dalam agama
Hindu Syiwa dikenal sebagai Dewa tertinggi oleh karena itu dewa Siwa selalu di
puja oleh umat Hindu agar terlepas dari semua angkara murkanya. Penemuan Arca
Syiwa Mahadewa, berbahan dasar perunggu. Arca ini ditemukan di Palembang, saat
ini disimpan di Musium Nasional, Jakarta.
Pengertian:
Tarian Lilin merupakan sebuah tarian yang dipersembahkan oleh
sekumpulan penari dengan diiringi sekumpulan pemusik.
Tarian lilin merupakan sejenis kesenian Istana dan
ditarikan pada waktu malam bagi menimbulkan nyalaan lilin tersebut. Ini karena tari lilin memerlukan penarinya giat berlatih agar dapat
mengawal pergerakan dengan lilin yang menyala tanpa kemalangan.
Asal –usul:
Asal usul Tarian Lilin dipercayai berasal dari Sumatera.
Kononnya seorang gadis telah ditinggalkan oleh tunangannya yang pergi berdagang mencari harta. Semasa peninggalan
tunangnya itu gadis telah kehilangan cincin pertunangan. Gadis tersebut
mencari-cari cincin hingga larut malam dengan menggunakan lilin yang diletakkan
pada piring. Gerakan badan yang meliuk, membongkok, mengadah (berdoa)
melahirkan keindahan sehingga peristiwa ini telah melahirkan Tarian Lilin di
kalangan gadis-gadis kampung itu.
Tata Busana:
Tata
busana yang merupakan penunjang, dan penambah keindahan suatu tarian sangat
terlihat dalam tari Lilin sehingga tari ini tampak lebih megah, semegah
kejayaan kerajaan Sriwijaya tempo dulu. Busana yang dipergunakan adalah Pakaian
Gede atau Hiasan Gede (pakaian khas Palembang yang biasanya dipakai untuk
pakaian pengantin wanita di Palembang), Hiasan Gede dipakai oleh penari inti,
sedangkan penari yang lainnya menggunakan Hiasan Dodot atau Selendang Mantri.
Makna kostumnya lebih menekankan kepada kejayaan zaman Hindu Budha pada Zaman
kerajaan Sriwijaya yang kuat dipengaruhi kebudayaan Cina, terutama pada hiasan
kepala, dada, dan tangan.
Gerakan Tari Lilin:
Pada
setiap belah tangan penari membawa lilin yng dinyalakan. Penari akan
menarikan tarian secara berkumpulan dengan memusingkan piring yang mempunyai
lilin yang menyala secara berhati-hati agar piring tersebut sentiasa mendatar,
dan lilin tidak terpadam. Gerakan badan yang meliuk, membongkok, mengadah
(berdoa) melahirkan keindahan
Makna :
Tari
Lilin dapat dipandang sebagai lambang, jika dilihat melalui gerak, pola lantai
tari Lilin , dan kostum mengandung arti simbol-simbol tertentu yang menyimpan
nilai-nilai masa lalu (Primodial) Hindu.
Tari Piring atau
dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni
tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera
Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama.
Piringpiring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang
teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan Tarian ini diiringi oleh alat
musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang
terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak
penari yang begitu lincah membuat pesona Sejarah Tari Piring Minangkabau begitu
menakjubkan.
SEJARAH
Mengenai waktu kemunculan pertama kali
tari piring ini belum diketahui pasti, tapi dipercaya bahwa tari piring telah
ada di kepulaian melayu sejak lebih dari 800 tahun yang lalu. Tari piring juga
dipercaya telah ada di Sumatra barat dan berkembang hingga pada zaman Sri
Wijaya. Setelah kemunculan Majapahit pada abad ke 16 yang menjatuhkan Sri Wijaya,
telah mendorong tari piring berkembang ke negeri-negeri melayu yang lain
bersamaan dengan pelarian orang-orang sri wijaya saat itu.
Sejarah
Tari Piring Minangkabau : Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa
syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen
yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan
yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang
dinamis.
Setelah
masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi Sejarah Tari Piring Minangkabau
tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan
tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak
yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.
Gerakan
Sejarah Tari Piring Minangkabau : Gerakan tari piring pada umumnya adalah
meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan
diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring
atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada
akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari
dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas
pecahan-pecahan piring tersebut.
TATA
RIAS DAN BUSANA
Kostum atau Busana yg
dipakai : Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah,
dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan
Busana Penari pria :
Busana rang mudo/baju gunting China yang berlengan lebar dan dihiasai dengan
missia (renda emas). Saran galembong, celana berukuran besar yang pada bagian
tengahnya (pisak) warnanya sama dengan baju. Sisamping dan cawek pinggang,
yaitu berupa kain songket yang dililitkan di pinggang dengan panjang sebatas
lutut. Adapun cawek pinggang adalah ikat pinggang yang terbuat dari bahan yang
sama dengan bahan sesamping yang pada ujungnya diberi hiasan berupa
rumbai-rumbai. Deta/destar, yaitu penutup kepala yang tebuat dari bahan kain
songket berbentuk segitiga yang diikatkan di kepala.
Busana penari wanita
: Baju kurung yang terbuat dari satin dan beludru. Kain songket. Selendang
songket yang dipasang pada bagian kiri badan. Tikuluak tanduak balapak, yaitu
penutup kepala khas wanita Minangkabau dari bahan songket yang meyerupai tanduk
kerbau. Aksesoris berupa kalung rambai dan kalung gadang serta subang/anting.
Pada umumnya, pakaian yang berwarna-warni dan cantik
adalah hal wajib bagi sebuah tarian. Tetapi pada Tari Piring, sudah cukup
dengan berbaju Melayu dan bersamping saja. Warna baju juga adalah terserah
kepada penari sendiri untuk menentukannya. Namun, warna-warna terang seperti
merah dan kuning sering menjadi pilihan kepada penari Tari Piring kerana ia
lebih mudah di lihat oleh penonton.
MUSIK
PENGIRING
Alat musik yang
digunakan untuk mengiringi Tari Piring, memadai dengan pukulan Rebana dan Gong
sahaja. Pukulan Gong amat penting sekali kerana ia akan menjadi panduan kepada
penari untuk menentukan langkah dan gerak Tari Piringnya. Pada kebiasaannya,
kumpulan Rebana yang mengiringi dan mengarak pasangan pengantin diberi
tanggungjawab untuk mengiringi persembahan Tari Piring. Namun, dalam keadaan
tertentu Tari Piring boleh juga diiringi oleh alat musik lain seperti Talempong
dan Gendang.
Tari Piring
diiringi oleh musik Penayuhan. Contoh lagu pengiringnya yaitu Takhian sai
tiusung, Takhi pikhing khua belas, Seni budaya lappung, Dang sappai haga tekas
(jangan sampai ditinggalkan
Saluang : Alat
musik Saluang merupakan alat musik tradisional masyarakat Minangkabau Sumatera
Barat. Alat musik tersebut merupakan alat musik tiup yang serupa dengan alat
musik seruling, namun pembuatannya lebih sederhana yaitu dengan melubangi bambu
tipis atau yang biasa disebut oleh masyarakat Minang dengan talang sebanyak 4
lubang.
Rababadalahalat musikgesek
tradisional khasMinangkabauyang
terbuat dari tempurungkelapa. Dengan rabab
ini dapat tersalurkan bakatmusikseseorang.
Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai ceritanagariatau dikenal dengan istilah Kaba.
Talempongadalah sebuahalat
musikpukul tradisional khassuku
Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumenbonangdalam
perangkatgamelan. Talempong dapat terbuat darikuningan, namun ada pula yang terbuat darikayudanbatu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan.
Menurut pemahaman penduduk Sumatra Barat, gerakan Tari
Piring melambangkan kerja sama ketika warganya berada di sawah. Koreografi ini
meniru cara petani bercocok tanam dan menunjukkan ungkapan rasa syukur mereka
saat menuai hasil panen yang bakal menghidupi seisi rumah.
Piring di tangan mereka diisi makanan yang lezat untuk
dipersembahkan kepada dewa. Tetapi sejak agama Islam masuk, Tari Piring
mempersembahkan sesajennya kepada majelis keramaian dan raja-raja atau pembesar
negeri.
Kini, Tari Piring juga dipakai sebagai bagian dalam
pernikahan tradisional karena pengantin dianggap sebagai raja sehari yang layak
mendapat penghormatan. Butuh kecakapan memegang piring dan mengatur mimik muka
yang tepat saat menarikannya.
Ketika penarinya bergerak cepat, atau disebut ayun,
bersiaplah menyaksikan atraksi lempar piring. Piring yang mudah pecah itu akan
dilontarkan tinggi-tinggi ke udara. Dan, penari menunjukkan kebolehan dalam
mempermainkan piring di tangannya. Itulah bagian yang melambangkan kegembiraan
tatkala musim panen tiba.
Pada bagian penutup, penari akan menghempaskan piring
ke tanah dan mulai menari di atas pecahan piring. Inilah lambang kesucian dari
niat para penari. Anehnya, tidak ada kaki yang terluka akibat menari
melompat-lompat di atas beling.
Musik Tari Piring dibunyikan oleh gemerincing dua
cincin di kedua tangan penari, berikut iringan meriah dari talempong dansaluang. Umumnya
personel penari piring berjumlah ganjil dan terdiri dari tiga sampai tujuh
orang.
Sesungguhnya filosofi Tari Piring hanyalah simbol dari
kegembiraan para petani disaat panen, yang kemudian mereka bergembira ria dan
gerakan gerakan dinamis. Piring adalah wadahnya yang didalamnya terhidang aneka
macam masakan. Wadan piring juga ada gambaran dari keaneka ragaman masakan khas
Minangkabau.
Tari Piring dikatakan tercipta dari ”wanita-wanita
cantik yang berpakaian indah, serta berjalan dengan lemah lembut penuh
kesopanan dan ketertiban ketika membawa piring berisi makanan yang lezat untuk
dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian. Wanita-wanita ini akan menari
sambil berjalan, dan dalam masa yang sama menunjukan kecakapan mereka membawa
piring yang berisi makanan tersebut”. Kedatangan Islam telah membawa perubahan
kepada kepercayaan dan konsep tarian ini. Tari Piring tidak lagi dipersembahkan
kepada dewa-dewa, tetapi untuk majlis-majlis keramaian yang dihadiri bersama
oleh raja-raja atau pembesar negeri.
Keindahan dan keunikan Tari Piring telah mendorong kepada perluasan
persembahannya dikalangan rakyat jelata, yaitu dimajlis-majlis perkawinan yang
melibatkan persandingan. Dalam hal ini, persamaan konsep masih wujud, yaitu
pasangan pengantin masih dianggap sebagai raja yaitu ‘Raja Sehari’ dan layak
dipersembahkan Tari Piring di hadapannya ketika bersanding.
Seni Tari Piring mempunyai peranan yang besar di dalam
adat istiadat perkawinan masyarakat Minangkabau. Pada dasarnya, persembahan
sesebuah Tari Piring di majlis-majlis perkawinan adalah untuk tujuan hiburan
semata-mata. Namun persembahan tersebut boleh berperanan lebih dari pada itu.
Persembahan Tari Piring di dalam sesebuah majlis perkawinnan boleh dirasai
peranannya oleh empat pihak yaitu; kepada pasangan pengantin kepada tuan rumah
kepada orang ramai kepada penari sendiri.
Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari
Piring, cukup dengan pukulan Rebana dan Gong saja. Pukulan Gong amat penting
sekali kerana ia akan menjadi panduan kepada penari untuk menentukan langkah
dan gerak Tari Piringnya. Pada umumnya, kumpulan Rebana yang mengiringi dan
mengarak pasangan pengantin diberi tanggungjawab untuk mengiringi persembahan
Tari Piring. Namun, dalam keadaan tertentu Tari Piring boleh
juga diiringi oleh alat musik lain seperti Talempong dan Gendang.
Ternyata
Tari Piring memiliki makna filosofis tersendiri, Tari Piring dikatakan tercipta
dari wanita-wanita cantik yang berpakaian indah, serta berjalan dengan lemah
lembut penuh kesopanan dan ketertiban ketika membawa piring berisi makanan yang
lezat untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa sebagai sajian. Wanita-wanita ini
akan menari sambil berjalan, dan dalam masa yang sama menunjukan kecakapan
mereka membawa piring yang berisi makanan tersebut. Kedatangan Islam telah
membawa perubahan kepada kepercayaan dan konsep tarian ini. Tari Piring tidak
lagi dipersembahkan kepada dewa-dewa, tetapi untuk majlismajlis keramaian yang
dihadiri bersama oleh raja-raja atau pembesar negeri. Di Malaysia , tarian
piring dipersembahkan ketika majelis perkawinan terutama bagi keluarga berada,
bangsawan dan hartawan di sebuah kampung. Tarian ini biasa dilihat di kawasan
Seremban, Kuala Pilah dan Rembau oleh kumpulan tertentu.
TEMA TARI PIRING
Tari piring bertemakan pantomim tentang
kegiatan manusia yaitu tani dan panen, karena Tari Piring merupakan wujud rasa
syukur orang – orang Minangkabau kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas melimpahnya
hasil panen.
RAGAM
GERAK TARI PIRING
Ragam gerak tari Piring ini
dilakukan di atas pecahan kaca. Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai
berikut.
a.Gerak
pasambahan
Gerak yang
dibawakan oleh penari pria bermakna sembah syukur kepada Allah
Swt. serta permintaan maaf kepada penonton yang menyaksikan tari ini agar
terhindar dari kejadian-kejadian yang dapat merusak jalannya pertunjukan.
b.Gerak
singanjuo lalai
Gerak ini dilakukan oleh penari wanita
yang melambangkan suasana di hari
pagi, dilakukan dengan gerakan-gerakan lembut.
c.Gerak
mencangkul
Gerak ini melambangkan para petani
ketika sedang mengolah sawah.
d.Gerak
menyiang
Gerak ini menggambarkan kegiatan para
petani saat membersihkan sampah sampah yang akan mengganggu tanah yang akan
digarap.
e.Gerak
membuang sampah
Gerak ini menggambarkan tentang
bagaimana para petani mengangkat sisa-sisa sampah untuk dipindahkan ke tempat
lain.
f.Gerak
menyemai
Gerak ini melambangkan bagaimana para
petani menyemai benih padi yang
akan ditanam.
g.Gerak
memagar
Gerak ini menggambarkan para petani
dalam memberi pagar pada pematang sawah agar tehindar dari binatang liar.
h.Gerak
mencabut benih
Gerak ini menggambarkan bagaimana
mencabut benih yang sudah ditanam.
i.Gerak
bertanam
Gerak ini menggambarkan bagaimana para
petani memindahkan benih yang telah dicabut.
j.Gerak
melepas lelah
Gerak ini menggambarkan bagaimana para
petani beristirahat melepas lelah
sesudah melaksanakan pekerjaan mengolah sawah.
k.Gerak
mengantar juadah
Mengantar juadah ini berarti mengantar
makanan kepada para petani yang
telah mengolah sawah.
l.Gerak
menyabit padi
Gerak ini dibawakan oleh penari pria
yang menggambarkan bagaimana para petani di sawah pada saat menyabit padi.
n.Gerak
manggampo padi
Gerakan yang dilakukan dalam hal
mengumpul padi dan dibawa ke suatu tempat.
o.Gerak
menganginkan padi
Gerak ini menggambarkan padi yang telah
dikumpulkan untuk dianginkan dan nantinya akan terpisah antara padi dan ampas
padi.
p.Gerak
mengirik padi
Gerak yang menggambarkan bagaimana para
petani mengumpulkan padi dan menjemurnya.
q.Gerak
membawa padi
Gerak yang dilakukan para petani saat
membawa padi untuk dibawa ke tempat lain.
r.Gerak
menumbuk padi
Gerak yang dilakukan untuk menumbuk padi
yang telah dijemur dilakukan oleh pria, sedangkan wanita mencurahkan padi.
s.Gotong
royong
Gerak yang dilakukan secara bersama yang
melambangkan sifat kegotongroyongan.
t.Gerak
menampih padi
Gerakan yang menggambarkan gerakan
bagaimana para petani menampih padi yang telah menjadi beras.
u.Gerak
menginjak pecahan kaca
Penggabungan dari berbagai gerak dan
diakhiri oleh penari menginjak-injak pecahan kaca yang dilakukan dengan
atraktif dan ditambah dengan beberapa gerak-gerak improvisasi penari.
KEUNIKAN TARI PIRING
Tentunya Tari piring mempunyai keunikan
sendiri yang membedakannya dari tarian lainnya. Keunikan dari tari piring itu
sendiri, ialah:
·Kesamaan gerakannya,
·keahliannya memutar piring
·Tari Piring Sumatera Barat biasanya
dibawakan dalam 7 menit atau angka-angka ganjil lainnya
·Jumlah penari biasanya juga berjumlah
ganjil terdiri dari tiga sampai tujuh orang.
·Pakaian yang digunakan penari haruslah
pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning khas Minangkabau.
Kesimpulan : Tari
Piring memiliki nilai-nilai trasedental, yang dimana nilai-nilai trasendental
ini terdapat dalam tata cara pelaksanaan Tari Piring. Dimana piring-piring yang
dipegang oleh para penari ini disusun keatas,dimana menunjukan bahwa piring
diatas bertujuan untuk kearah tuhan(trasendental) dan juga terlihat dalam
fungsi dan tujuan tari piring ini merupakan mengucapakan rasa bersyukur dan
terima kasih kepada yang ada diatas, terhadap apa yang telah diberikan kepada
masyarakat Minangkabau.
Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan diubah ulang oleh penciptannya antara tahun 1950-1960. sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari.
Tarian ini merupakan jenis tari tradisional yang dimainkan sebagai tari pergaulan. Sedikitnya ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas. pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata ’’pulau’’ biasanya bertempo rumba, seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat diantara lagu yang bernama Serampang. Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarianya yang berjumlah 12, yaitu :
Menurut Tengku Mira Sinar, Tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya. Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci anak manusia yang muncul sejak pandangan dan diakhiri dengan pernihkahan yang direstui ole kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun,
PERKEMBANG TARI pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya. Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayag kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Selain dikenal dan dimainkan diseluruh tanah ai, Tari Serampang Duableas juga terkenal dan sering dibawakan di beberapa Negara tentangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong. Keberadaan Tari Serampang Duabelas karya Sauti ini, mendapat sambutan yang luar biasa di seluruh tanah air dan Negara tetangga. Seiring dengan perkembangan ini, Pemerintah daerah Kabupaten Serdang Bedagai inisiatif untuk melindungi hak cipta Tari Serampang Duabelas. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali pada masyarakat banyak tentang asal muasal dari tari ini, sehingga generasi muda tahu dan mengerti. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Dua Belas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada di kawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
TOKOH PEMBINA Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an dan diubah ulang antara tahun 1950-1960. Sauti lahir tahun 1903 di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ketika menciptakan Tari Serampang Duabelas sedang bertugas di Dinas PP dan K Provinsi Sumatera Utara. Atas inisiatif dari Dinas yang menaunginya, Sauti diperbantukan menjadi guru diperwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan. Pada masa itulah Sauti juga berhasil menggubah beberapa tari lain, yaitu jenis Tiga Serangkai yang terdiri dari Tari Senandung dengan lagu Kuala Deli, Tari Mak Inang dengan lagu Pulau Kampai, dan Tari lagu Dua dengan lagu Tanjung Katung.
FUNGSI TARI
Fungsi tai ini adalah sebagai tari pergaulan dikalangan muda mudi melayu. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Duabelas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada dikawasan Kabupaten Serdang Bedagai.
MUSIK PENGIRING TARI Pada awalnya musik pengiring tari masih menggunakan peralatan musik tradisional. Namun seiring perkembangan zaman peralatan musik yang digunakan semakin beragam.
BUSAN A TARI Biasanya tarian ini menggunakan pakaian adat melayu di pesisir timur pulau sumatera walaupun bukan peralatan yang utama, keberadaan pakaian ini sangat penting. Ada dua alasan yaitu pertama warna pakaian yang berwarna warni dan kedua penggunaan pakaian adat menunjukkan asal Tarian Serampang Duabelas
PENARI Pada awal perkembanganya Tari Serampang Duabelas ditarikan oleh laki-laki secara berpasangan sedangkan kaum perempuan belum boleh ikut menari karena menari berarti akan memperlihatkan lekuk tubuh merekn dan itu dilarang, namun pada zaman sekarang tarian ini ditarikan oleh laki-laki maupu perempuan secara berpasangan.
KEISTIMEWAAN Nama Tari Serampang Dua Belas sebetulnya diambil dari dua belas ragam gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian jodoh hingga memasuki tahap perkawinan.
Ragam I adalah permulaan tari dengan gerakan berputar sembari melompat-lompat kecil yang menggambarkan pertemuan pertama antara seorang laki-laki dan perempuan. Gerakan ini bertutur tentang pertemuan sepasang anak muda yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.
Ragam II adalah gerakan tari yang dilakukan sambil berjalan kecil, lalu berputar dan berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta antara kedua insan. Ragam II ini bercerita tentang mulai tumbuhnya rasa suka di antara dua hati, akan tetapi mereka belum berani untuk mengutarakannya.
Ragam III memperlihatkan gerakan berputar (tari Pusing) sebagai simbol sedang memendam cinta. Dalam tarian ini nampak pemuda dan pemudi semakin sering bertemu, sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan kegundahan dua insan yang memendam rasa.
Ragam IV dilakukan dengan gerakan tarian seperti orang mabuk sebagai simbol dari dua pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Gerak tari yang dimainkan dengan melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pada ragam ini (Tahap IV) proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam dan tarian ini menggambarkan kondisi kedua insan yang sedang dimabuk kepayang karena menahan rasa yang tak kunjung padam.
Ragam V dilakukan dengan cara berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat. Pada ragam ini, perempuan berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta dengan memberi isyarat terhadap laki-laki, yaitu dengan gerakan mengikuti pasangan secara teratur. Gerakan tari pada Ragam V ini sering juga disebut dengan ragam gila.
Ragam VI merupakan gerakan tari dengan sikap goncet-goncet sebagai simbol membalas isyarat dari kedua insan yang sedang dilanda cinta. Pada ragam ini, digambarkan pihak laki-laki yang mencoba menangkap isyarat yang diberikan oleh perempuan dengan menggerakkan sebelah tangan. Si pemuda dan pemudi kemudian melakukan tarian dengan langkah yang seirama antara pemuda dan pemudi.
Ragam VII dimulai dengan menggerakkan sebelah kaki kiri/kanan sebagai simbol menduga. Hal ini menggambarkan terjadinya kesepahaman antara dua pasang kekasih dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Dari isyarat ini mereka telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut pulang untuk bersiap-siap melanjutkan cerita indah selanjutnya.
Ragam VIII dilakukan dengan gerakan melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri. Gerakan ini dilakukan dengan melompat sebanyak tiga kali yang dilakukan sembari maju-mundur. Muda-mudi yang telah berjanji, mecoba kembali meresapi dan mencoba meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan selanjutnya. Gerakan tari dilakukan dengan gerak bersuka ria yang menunjukkan sepasang kekasih sedang asik bersenda-gurau sebelum memasuki jenjang pengenalan dengan kedua keluarga besar.
Ragam IX adalah gerakan tari yang dilakukan dengan melonjak sebagai simbol menunggu jawaban. Gerakan tari menggambarkan upaya dari muda-mudi untuk meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih. Kedua muda-mudi tersebut berdebar-debar menunggu jawaban dan restu orang tua mereka.
Ragam X menggambarkan gerakan saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan dari pihak laki-laki terhadap perempuan. Setelah ada jawaban kepastian dan restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak pemuda mengambil inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap pihak perempuan. Hal ini dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah ikatan suci, yaitu perkawinan.
Ragam XI memperlihatkan gerakan jalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda diterima, maka kedua keluarga akan melangsungkan perkawinan. Gerakan tari biasanya dilakukan dengan nuansa ceria sebagai ungkapan rasa syukur menyatunya dua kekasih yang yang sudah lama dimabuk asmara menuju pelaminan dengan hati yang berbahagia.
Ragam XII atau ragam yang terakhir dimainkan dengan menggunanan sapu tangan sebagai sebagai simbol telah menyatuya dua hati yang saling mencintai dalam ikatan perkawinan. Pada ragam ini, gerakan tari dilakukan dengan sapu tangan yang menyatu yang manggabarkan dua anak muda sudah siap mengarungi biduk rumah tangga, tanpa dapat dipisahkan baik dalam keadaan senang maupun susah.
Ragam tarian yang dimainkan dalam Tari serampang Dua Belas bertambah indah dan menarik dengan komposisi pakaian warna-warni yang dipakai para penarinya. Lenggak-lenggok para penari begitu anggun dengan berbalut kain satin yang menjadi ciri khas pakaian adat dari masyarakat Melayu di pesisir pantai timur Pulau Sumatra. Sapu tangan melengkapi perpaduan pakaian tersebut yang kemudian dipergunakan sebagai media tari pada gerakan penutup Tari Serampang Dua Belas.